Journal of

Monumen Nasional Indonesia (MONAS)


Siang itu, sebelum saya pergi sholat ke masjid untuk sholat Jum’at. Terpintas dipikiran saya, akan kemana setelah sholat Jum’at nanti, karena hari itu saya benar-benar free dari kesibukan saya mengikuti sebuah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) dikampus. Akhirnya bersama salah seorang teman (besoknya dia pulang kampung), saya memilih Monas untuk menikmati waktu liburan yang mungkin terbilang agak mepet dengan jadwal latihan saya. Karena saya belum pernah sama sekali pergi kesana setelah hampir satu tahun tinggal di Jakarta.

   
Sebetulnya saya sempat iri dengan teman-teman saya yang pernah datang ke Jakarta selalu menyempatkan diri ke Monas dan berfoto dengan background Monas, kemudian mereka memajangnya di situs-situs jejaring sosial. Namun entah kenapa setiap kali saya melihat foto teman saya tersebut, saya meyakini bahwa suatu hari nanti saya akan pergi dan berfoto dengan background Monas. Akhinya apa saya yakini dahulu benar-benar terwujud dikemudian hari hehe.

Sebelum saya pergi ke Monas saya tidak pernah benar-benar tahu bangunan serta patung-patung apa saja yang ada disekitarnya. Awalnya saya hanya mengira bahwa Monas itu hanya sebuah bangunan berbentuk paku terbalik dengan diujung paku itu ada pahatan emas murni  24 karat. Dan ketika saya datang kesana akhirnya saya benar-benar menikmati pemandangan yang ada disekitar Monas. Kebetulan juga bahwa hari itu kawasan disekitar Monas juga agak sepi karena mungkin saya datang dihari Jum’at dan juga pada saat bulan Ramadhan hmm


Sebenarnya misi utama saya untuk datang ke Monas adalah untuk melihat pemandangan Jakarta dari atas Monas yang mungkin saja bisa melihat sebagian besar wilayah Jakarta. Karena hal tersebutlah yang selalu saya dengar dari teman-teman saya yang pernah ke Monas. Namun hari itu saya benar-benar tidak beruntung karena pada saat saya datang kesana jam telah menunjukkan hampir jam setengah empat sore, alhasil saya tidak bisa menyelesaikan misi saya itu hmm.

 

 Patung Pangeran Diponegoro yang sedang menaiki kudanya. Tampaknya patung ini tidak asing dimata saya, ternyata saya baru sadar bahwa pose yang ini sama persis sama yang dibuku-buku pelajaran sejarah yang sering saya baca. 
 
 Ternyata hari itu tidak benar-benar sepi disekitaran Monas, buktinya masih ada macet hehe.
Dan misi kedua saya adalah untuk datang dan menikmati Museum Nasional atau yang lebih dikenal dengan museum gajah (karena terdapat patung gajah didepannya). Namun lagi-lagi sore itu saya tidak beruntung, ternyata ketika saya bertandang kesana pintu untuk masuk kedalamnya telah tertutup rapat. Alhasil saya hanya menikmatinya dari luar saja. 
 

Sore pun telah tiba, sepertinya matahari tidak lama lagi akan mulai menutup hari itu dengan tidak benar-benar menampakkan wajahnya karena tertutup awan. Para pedagang serta penjual jasa pun sebagian ada yang mulai menutup lapaknya juga ada yang membuka lapaknya. 

 Dari kejauhan tampak terdengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dari Masjid yang selalu saya lihat ditelevisi sewaktu saya masih berada dikampung halaman saya. Akhirnya sore itu saya memutuskan untuk berbuka puasa di Masjid Istiqlal dan kemudian saya mulai bergegas untuk kesana, karena saya baru ternyata saya masih belum menunaikan sholat Ashar sore itu. 
Sebelum saya benar-benar mengakhiri perjalanan saya sore itu, saya kembali sempat menikmati Monas yang terlihat sangat indah dikalau malam hari tiba, karena lampu warna-warni yang menghiasi tubuhnya. Dengan sedikit beralasan sebelum pulang (karena tampak teman saya hari itu tampak sudah mulai capek) akhirnya saya kembali ke sekitar Monas untuk mengabadikan momen ketika Monas berwarna-warni. 


 Perjalanan sore itu sangat mengesankan bagi saya, karena ketika saya duduk disekitar selasar Monas saya sempat memenjamkan mata dan membayangkan Monas ketika untuk pertama kalinya diresmikan oleh Presiden Indonesia yang pertama sekaligus Bapak Proklamator Bangsa yaitu Ir. Soekarno. Saat itu saaya mencoba untuk merasakan betapa ramai serta riuhnya hari itu, karena setiap orang berbahagia dimana bangsa ini masih terbilang masih muda setelah sekian lama sangat terpuruk lama dalam masa-masa penjajahan. Saya membayangkan setiap invidu yang hadir pada saat itu yang juga menyaksikan peresmiannya merasa sangat antusias, karena bangsa ini masih dalam era-era membangun sebuah jati diri bangsa. Kemudian saya mulai membuka mata dan mencoba untuk membandingkannya dengan masa saat ini yang tentunya sangat berbeda dengan saat-saat dimana setiap individu memiliki rasa Nasionalisme yang sangat besar dengan bangsa ini, sesuatu yang mulai jarang saya temukan dari orang-orang masa kini. Tentunya ada satu titik dimana orang-orang masa kini juga pada saat itu memiliki harapan yang sama terhadap bangsa ini, bahwa menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang sangat besar dan setiap individu yang lahir dan tumbuh ditanah Ibu Pertiwi ini hidup layak, sejahtera serta makmur. 

Catatan : 
Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya, mungkin saja foto bagian terakhir yang saya pajang sangat tidak mencerminkan apa yang saya tulis dibagian akhir pada cerita saya ini, karena saya mengambilnya dengan iseng saja.




0

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com